Perang Khaibar
Khaibar adalah daerah yang ditempati oleh kaum Yahudi setelah diusir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dari Madinah tatkala mereka melanggar perjanian damai. Di sana mereka
menyusun makar untuk melampiaskan dendamnya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Islam, dan kaum muslimin.
Dendam Yahudi memang telah menumpuk;
mulai terusirnya Bani Qainuqa, Bani Nadhir, terbunuhnya dua tokoh
mereka, hingga pembantaian terhadap Bani Quraizhah dan sejumlah tokoh
mereka yang dibunuh oleh kaum muslimin.
Telah lewat pembahasan bahwa kaum Yahudi
adalah penggerak pasukan Ahzab pada Perang Khandaq. Ini berarti kali
yang keempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi
umat Yahudi agar kita mengetahui bagaimana sejarah hitam umat Yahudi
dan dendam mereka yang sangat mendalam terhadap Islam.
Pasukan Berangkat
Pada bulan Muharram tahun ketujuh Hijriah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersama 1400 sahabat yang ikut di Hudaibiyah berangkat menuju Khaibar.
Telah kita ketahui bahwa sepulang mereka dari Hudaibiyah Allah
menurunkan ayat sebagai janji kemenangan dari-Nya dan perintah untuk
memerangi Yahudi di Khaibar dalam firman-Nya:
“Allah menjanjikan kepada kamu harta
rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta
rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)
mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi
orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Fath: 20)
Ulama ahli tafsir mengatakan bahwa Allah menjanjikan harta rampasan (ghanimah)
yang banyak kepada kaum muslimin, sebagai pendahuluannya adalah harta
rampasan yang mereka peroleh pada Perang Khaibar itu. Adapun orang-orang
badui atau munafik tatkala mereka mengetahui para sahabat akan menang
dan mendapat rampasan perang, maka mereka untuk ikut dalam peperangan
tersebut supaya mendapat bagian dari ghanimah maka Allah berfirman,
“Orang-orang Badui yang tinggal itu
akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan,
“Biarkan kami, niscaya kami mengikuti kamu.’ Mereka hendak mengubah
janji Allah. Katakanlah, ‘Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami;
demikian Allah telah menetapkan sebelumnya.’ Mereka mengatakan,
‘Sebenarnya kamu dengki kepada kami.’ Bahkan mereka tidak mengerti
melainkan sedikit sekali.” (QS. Al-Fath: 15)
Demikian itu karena Allah telah
mengkhususkan rampasan Perang Khaibar sebagai balasan jihad, kesabaran,
dan keikhlasan para sahabat yang ikut di Hudaibiyah saja.
Para sahabat berangkat dengan penuh
keyakinan dan besar hati terhadap janji Allah, sekalipun mereka
mengetahui bahwa Khaibar merupakan perkampungan Yahudi yang paling kokoh
dan kuat dengan benteng berlapis dan persenjataan serta kesiapan perang
yang mapan. Mereka berjalan sambil bertakbir dan bertahlil dengan
mengangkat suara tinggi hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang mereka dan memerintahkan agar merendahkan suara sebab Allah
Maha Dekat, bersama kalian, tidak tuli, dan tidak jauh. (Bukhari: 4205)
Sebelum subuh mereka tiba di halaman
Khaibar, sedang Yahudi tidak mengetahuinya. Tiba-tiba ketika berangkat
ke tempat kerja, mereka (orang-orang Yahudi) dikejutkan dengan
keberadaan tentara; maka mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan
perang.” Mereka kembali masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya jika kami datang di tempat musuh maka hancurlah kaum tersebut.” (Bukhari dan Muslim)
Kaum muslimin menyerang dan mengepung
benteng-benteng Yahudi, tetapi sebagian sahabat pembawa bendera perang
tidak berhasil menguasai dan mengalahkan mereka hinga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Besok
akan kuserahkan bendera perang kepada seseorang yang Allah dan
Rasul-Nya mencintai dan dia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah
akan memenangkan kaum muslimin lewat tangannya.” Maka para sahabat
bergembira dengan kabar ini dan semua berharap agar bendera tersebut
akan diserahkan kepadanya, hingga Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak pernah menginginkan kebesaran, kecuali pada Perang Khaibar.”
Pada pagi hari itu para sahabat bergegas untuk berkumpul di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dimanakah Ali?” Meraka menjawab, “Dia sedang sakit mata, sekarang berada di perkemahannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Panggillah dia.” Maka mereka memanggilnya. Ali radhiallahu ‘anhu datang dalam keadaan sakit mata (trahom), lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
meludahi matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah
merasakan sakit. Beliau menyerahkan bendera perang dan berwasiat
kepadanya, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau memerangi
mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang di
antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari
pada onta merah (harta bangsa Arab yang paling mewah ketika itu).” (Muslim)
Perang Tanding
Tatkala berlangsung pengepungan
benteng-benteng Yahudi, tiba-tiba pahlawan andalan mereka bernama Marhab
menantang dan mengajak sahabat untuk perang tanding. Amir bin Akwa radhiallahu ‘anhu melawannya dan beliau terbunuh mati syahid. Lalu Ali radhiallahu ‘anhu melawannya hingga membunuhnya dan menyebabkan runtuhnya mental kaum Yahudi dan sebagai sebab kekalahan mereka.
Benteng Khaibar terdiri dari tiga lapis,
dan masing-masing terdiri atas tiga benteng. Kaum muslimin memerangi dan
menguasai benteng demi benteng. Setiap kali Yahudi kalah dari
pertahanan pada satu benteng, mereka berlindung dan berperang dalam
benteng lainnya hingga kemenagan mutlak berada di tangan kaum muslimin.
Korban Perang
Dalam peperangan ini terbunuh dari kaum
Yahudi puluhan orang, sedang wanita dan anak-anak ditawan. Termasuk
dalam tawanan adalah Shofiyah binti Huyai yang jatuh di tangan Dihyah
al-Kalbi lalu dibeli oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
darinya. Beliau mengajaknya masuk Islam lalu menikahinya dengan mahar
memerdekakannya. Adapun yang mati syahid dari kaum muslimin sebanyak
belasan orang.
Di antara yang mati syahid adalah seorang badui yang datang dan masuk Islam dan memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk hijrah dan tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memperoleh rampasan Perang Khaibar maka beliau memberinya bagian,
tetapi dia berkata, “Wahai Rasulullah, aku mengikutimu bukan untuk
tujuan ini, melainkan agar aku terkena panah di sini (sambil memberi
isyarat pada lehernya) sehingga aku masuk surga.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Jika kamu jujur kepada Allah maka pasti Allah buktikan.” Tidak lama kemudian jenazahnya dibawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terluka pada tempat yang dia isyaratkan sebelumnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Orang ini jujur kepada Allah. Oleh karenanya, Allah memenuhi niatnya yang baik.” Lalu beliau mengafaninya dan memakamkannya. (Mushonnaf Abdurrozaq dengan sanad yang baik, 5:276)
Daging Beracun
Kaum Yahudi tidak pernah dan tidak akan berhenti dari makar buruk terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Islam karena tabiat mereka, sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam Alquran:
“Mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.” (QS. Ali Imron: 112)
Tatkala mereka kalah dari Perang Khaibar dan beberapa kali upaya untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
gagal, maka mereka bermaksud untuk membunuh beliau dengan siasat baru.
Seorang wanita Yahudi berperan besar dalam makar buruk ini, yaitu
memberi hadiah berupa menyuguhkan hidangan daging kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyisipkan racun yang banyak padanya.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan, daging tersebut mengabari beliau bahwa ia beracun. Maka beliau memuntahkannya. Ini merupakan mukjizat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih mulia daripada mukjizat Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
yang memahami bahasa semut sebab ia makhluk hidup yang bernyawa memiiki
mulut untuk berbicara, sedangkan sepotong daging tersebut sebagai
makhluk yang mati bahkan telah matang dipanggang dengan api.
Adapun Bisri bin Baru radhiallahu ‘anhu, yang ikut makan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia karena racun tersebut. Sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membunuh wanita ini sebagai qishosh.
Perdamaian
Setelah umat Yahudi kalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bermaksud untuk mengusir mereka dari Khaibar. Akan tetapi mereka
memohon kepada beliau agar membiarkan mereka mengurusi pertanian dengan
perjanjian bagi hasil, maka Rasulullah menerima permohonan itu dengan
syarat kapan saja beliau menghendaki maka beliau berhak untuk mengusir
mereka. Hingga akhirnya mereka diusir oleh Umar bin Khaththab di zaman kekhalifahannya setelah beberapa kali mereka berbuat kejahatan terhadap kaum muslimin.
Pembagian Rampasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
membagi rampasan perang kepada sahabat yang ikut perang yang berjumlah
1400 orang. Namun, seusai perang ini para rombongan Muhajirin berjumlah
53 orang dari Habasyah yang dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu datang dan bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Khaibar. Beliau sangat gembira dengan kedatangan mereka. Beliau merangkul Ja’far radhiallahu ‘anhu serta menciumnya seraya bersabda, “Aku tidak mengetahui apakah aku bergembira karena menang dari Khaibar ataukah karena kedatangan rombongan Ja’far.” (Shahih Abu Dawud: 5220)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi mereka bagian dari rampasan perang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi bagian kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
dan beberapa orang dari suku Daus yang baru datang dalam keadaan Islam.
Semua ini beliau lakukan dengan izin dan keikhlasan dari sahabat yang
ikut Perang Khaibar dan karena mereka ini terhalang oleh udzur, jika
tidak maka pasti mereka akan ikut berperang.
Bahaya Ghulul
Ghulul adalah mengambil rampasan perang sebelum dibagi. Mid’am, seorang pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia akibat terkena panah. Maka sahabat mengatakan, “Alangkah nikmat, baginya surga.” Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, demi Allah, sesungguhnya pakaian yang diambilnya dari rampasan Khaibar sebelum dibagi menjadi bahan bakar api neraka.” Mendengar ini, ada seseorang yang datang mengaku, “Ini satu atau dua tali sandal aku peroleh sendiri.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu termasuk neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Yahudi Fadak
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengauasai dan mengalahkan Khaibar maka Allah menanamkan rasa takut ke
dalam hati orang-orang Yahudi di Fadak –sebelah utara Khaibar-, mereka
segera mengirim utusan kepada Rasulullah untuk perjanjian damai dengan
menyerahkan separuh bumi Fadak kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima tawaran tersebut dan beliau khususkan untuk dirinya sebab ia termasuk rampasan perang (fa’i) yang diperoleh tanpa perang (pertempuran).
Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerangi Yahudi di Wadi Quro hingga mereka menyerah dan kalah.
Mengetahui hal ini, Yahudi Taima’ juga segera berdamai dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membayar jizyah (upeti, red.)
Pelajaran
- Dalam peperangan Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan makan daging keledai piaraan.
- Tampak mukjizat kenabian seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi mata Ali radhiallahu ‘anhu lalu sembuh, daging yang mengabari beliau bahwa ia mengandung racun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meniup tiga kali pada bekas pukulan pedang yang mengenai lutut Salah bin Akwa radhiallahu ‘anhu lalu dia tidak kesakitan setelah itu.
- Boleh berdamai dengan Yahudi dalam waktu yang ditentukan dan boleh memerangi orang kafir pada bulan haram. Lihat Sirah Nabawiiyyah karya Dr. Mahdi Rizqulloh Ahmad: 479-492.
Artikel www.KisahMuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar